archives

konstruksi realitas

This tag is associated with 1 post

Jurnalisme damai, sebuah pilihan menuju liang lahat?

Setelah sekian lama memendamnya. Saya mencoba bersepakat dengan diri sendiri untuk mempublikasikan tugas kuliah yang notabenenya serius dalam membahas sesuatu. Ini bukan tanpa sebab.

Begini, setelah saya cermati beberapa lama: tulisan di sini belum memberi tempat dan kesempatan untuk serangkaian kata, kalimat, paragraf yang mewacanakan secara (agak) serius tentang sesuatu. 😦

Tak enak memperlakukan mereka bak pilih kasih seperti ini. Maksud saya gaya penulisan yg cengengesan dan (agak) serius ini. Maka itu saya memasukkannya jua kesini. πŸ˜€

Ah, boleh jadi juga ini disebabkan sebuah pepatah cina kuno itu yang tergiang-giang di pagi buta,

β€œLebih baik menyalakan sebatang lilin daripada sekadar mengumpat kegelapan…”

Baiklah, tulisan saya dibawah ini mencoba mengetengahkan wacana jurnalisme damai dalam peliputan berita perang. Tentang bagaimana salah satu media Indonesia dalam meliput konflik di wilayah Gaza. Semoga bermanfaat. πŸ˜€ πŸ˜€ πŸ˜€

Konflik sebagai sumber berita: Menyesap rasa.

Sigmun Freud dalam Syahputra menjelaskan bahwa konflik sebagai pertentangan antara dua kekuatan atau lebih, mengandung agresifitas dan diekpresikan. Sedang Schermon, Hunt dan Obsorn menyatakan bahwa konflik terjadi ketika tiada kesepakatan dalam setting sosial yang ditandai dengan friksi emosional antara individu ataupun kelompok[1].

Setiap hari kita disuguhi berita-berita yang mengandung konflik seperti peperangan, pertikaian kelompok, kerusuhan, saling hujat, penganiayaan dan sebaginya. Hal ini dikarenakan dalam ilmu junalistik, unsur konflik merupakan salah satu kriteria suatu peristiwa yang layak diberitakan[2].Β  Menurut pandangan jurnalisme para jurnalis sedapat mungkin mengikuti kaidah jurnalistik seperti keberimbangan, obyektifitas, akurasi, faktual, dan sebagainya dalam peliputan berita.

Baca lebih lanjut